
Saat Pakaian Dalam Merah Membantu Misi Pencegahan Kereta Api Mengalami Celaka..
Ya. Dalam cerita tulisan Edith Nesbit ini, sebuah aksi pencegahan heroik dilakukan oleh 3 orang kakak adik yakni Roberta, Peter , dan Phyllis. Mereka mengetahui ada longsoran tanah yang menimpa rel kereta api. Sebuah ide dari salah satu dari mereka yakni melambai-lambaikan kain warna merah untuk menarik perhatian masinis agar memberhentikan kereta api. Ide itu jauh dari pikiran seronok. Ide tersebut hanya ditujukan seefektif mungkin memberi tanda.
Mereka berhasil.
Mereka menerima hadiah atas perbuatan mereka. Namun bagi pembaca, perbincangan ibu dan ketiga anak itu menanggapi rencana pemberian hadiah itu sangat menarik.
“ Tapi kalau tanda penghargaan itu berupa uang, kalian harus bilang,” Terima kasih, tetapi maaf-kami tidak bisa menerimanya,”kata ibu. (hal. 144)
Singkat. Namun memberikan pelajaran hidup yang mendalam tentang apa arti uang dan bagaimana menyikap sebuah penghargaan.
Kisah di atas, hanyalah salah satu dari rangkaian kisah petualangan ketiga anak tadi. Mungkin tidak seheboh Lima Sekawan, ataupun Sapta Siaga yang pernah mengisi memori anak-anak 80-90an tentang kisah petualangan anak. Namun kisah ini lebih terasa “ anak banget” di zaman belum ada handphone, keberadaan televisi belum populer, dll. Mereka mengembangkan percakapan dari hal yang sederhana, berpikir sederhana, dan bertindak tulus walau mereka tidak menyadari dampaknya begitu besar bagi orang lain.
Salah satu kisah yang bisa diambil contoh adalah keinginan mereka memberi kejutan kepada Pak Perks. Mereka antusias dan tulus ingin melakukan sesuatu untuk membahagiakan orang yang dianggap mereka sebagai orang baik. Pemikiran mereka lepas dari pemikiran terkait sopan santun dan pertimbangan perasaan penerima menurut orang dewasa. Ibu mereka yang suka menulis cerita anak pun sudah mengingatkannya bahwa mereka perlu berhati-hati dalam menyampaikan hadiah tersebut agar tidak membuat penerima tersinggung seolah minta dikasihani.
Ternyata benar. Pak Perks tersinggung. Terlebih setelah ia tahu, hadiah-hadiah yang diberikan anak-anak adalah andil dari banyak orang. Setelah anak-anak nekat menyampaikan pesan dan kesan , barulah pak Perks menyadari bahwa orang-orang itu ternyata memiliki perhatian kepada dirinya. Pak Perks seolah olah mendapat pencerahan hidup bahwa banyak cinta disekelilingnya.
Inilah sepenggal kisah Roberta ( panggilannya adalah Bobbie), Peter, dan si bungsa Phyllis. Walau diawali dengan kesedihan setelah tiba-tiba ayah mereka menghilang, mereka pun harus berpindah rumah. Menjalani hidup dalam suasana yang baru dari sebelumnya.
Selain itu, mereka berjumpa dengan orang-orang baru. Karena terikat dengan orang-orang itulah mereka merangkai banyak pengalaman. Uniknya yakni, pada buku ini, ketiga anak itu lebih banyak bergaul dengan orang-orang dewasa. Disitulah karakter anak-anak mereka tampak lebih jelas.
Buku ini adalah karya lama. Bahkan Gramedia sebagai penerbitnya pun meneribtkan pertama kali pada tahun 1991. Namun ditengah hiruk pikuk kisah-kisah anak-anak modern, karya E Nesbit seperti ini seperti mengingatkan kita akan jiwa anak yang ceria dan tulus. Mungkin saja , setelah membaca buku ini, kita akan merindukan hadirnya sosok-sosok seperti ketiga anak tadi.
Walaupun ada beberapa kata yang terkena typo, namun secara umum pembaca akan bisa mudah memahami cerita ini. Terlebih, gaya bahasa yang sederhana dan penerjemahan bahasa oleh Widya Kirana yang bagus mampu menarik perhatian pembaca hingga halaman terakhir.
Resensi Buku Pilihan merekomendasikan buku ini sebagai bacaan untuk anak-anak. Bisa kita berikan langsung ataupun untuk memberikan hadah kepada mereka.
Judul Buku : The Railway Children (Anak-Anak Kereta Api)
Penulis : E. Nesbit
Cetakan : Ketiga , Maret 2020
Mantap
SukaSuka