Dikejar untuk Menikah

“EHHH! TUNGGU! TUNGGU! INI MAU NGAPAIN?”protes Jess,panik (H.61)

Ini adalah teriakan Jess yang menduga kuat akan ada semburan air berisi bakaran kertas rapalan ke wajahnya.

Apalah daya Jo, Icha, Jess, dan Hanum saat melihat kenyataan masing-masing ibu mereka memutuskan ke Pemalang.

Untuk apa?

Menemui ibu Sakhinatun.

Untuk apa?

Mempermudah jodoh.

Masing-masing tiger moms itu ingin terlibat langsung menjadi bagian perjalanan hidup masing-masing putrinya itu yang tidak jelas kapan menikah.  Ada mom yang resah,anak perempuanya sudah berumur 37 tahun. Ada pula yang tidak yakin pacar anaknya sekarang adalah lelaki yang baik. Masing-masing mom punya keresahan sendiri-sendiri.

Apakah anak-anak mereka juga resah tentang pernikahan?

Iya dan tidak. Masing-masing mereka punya kisah sendiri-sendiri. Jess, postdoctoral candidate universitas luar negeri, terlihat jauh dari kata menikah. Hanum, sang PNS kemeneterian dan influencer mukbang, terlena dengan keberadaan “pengagum rahasia”nya yang setia menjadi asistennya.Icha, sang dosen tentang gender ,masih berkeliling mencari calon suami yang alim, sementara Jo, sang entrepreneur,  sibuk di aplikasi kencan.

Masing-masing , adalah perempuan yang berusia 30 an dan mandiri.Untuk sebagian lelaki, mereka adalah sosok-sosok yang membuat para lelaki berpikir 2-3 kali untuk mendekati. Mereka punya kuasa kuat untuk melanjutkan suatu hubungan atau tidak.

Icha dan Ario. Ini adalah contohnya. Berulang kali putus nyambung. Pernah Icha mempertanyakan apakah benar Ario memang takdir untukknya? Ario lah yang selama ini Icha anggap paling mengerti tentangnya. Hingga sampailah pada suatu saat, Icha berani memutuskan bahwa ia tak bisa lagi berhubungan dengan Ario.

Kisah Icha dan Ario, adalah penggalan cerita yang menarik pada buku ini. Masih terdapat penggalan-penggalan lainnya yang menggelitik. Margareta Astaman sebagai penulis, memilih metode penggalan-penggalan kisah para tokoh utamanya dalam penulisannya. Hebatnya, itu semua tetap fokus kepada upaya 4 perempuan tadi menjawab lemparan stigma sebagai perawan tua, dan terlalu pemilih.

Padahal, sebenarnya mereka  memang merasa belum ada yang pas di hati . Mereka telah berusaha mencari bahkan dengan  menuruti caranya orang tua mereka. Selain itu, mereka juga ikut online  dating apps. Terus, mereka juga menambah relasi kepada lelaki.

Usaha-usaha ini, oleh Margareta Astaman, dituliskan dengan enteng olehnya. Kisah-kisah unik muncul oleh karena klub perempuan ini . Bila tidak tertawa, pastilah senyuman geli pembaca akan muncul.

 Latar belakang yang beragam dari 4 tokoh ini malah membuat kekayaan kisah buku berjudul The Over Qualified Leftover Club  ini. Kasus-kasus yang disampaikan penulis, mudah ditemukan dalam kehidupan nyata. Maka, cukup mudah bagi pembaca menikmati cerita di buku setebal vi+242 ini tanpa mengernyitkan dahi.

Walaupun  enteng, menurut RBP, penulis sebenarnya menyisipkan pesan yang serius . Dalam kehidupan nyata, pada salah satu sisi, para perempuan yang sedang digempur stigma seperti 4 tokoh ini tak perlu larut dalam kegalauan. Kehati-hatian memilih pasangan tetap perlu. Jangan sampai kita akan hidup seterusnya dengan orang yang sebenarnya bermasalah akut.

Lain lagi, penulis juga menyematkan pesan bahwa selama kamu masih memiliki teman-teman yang mendukungmu, itu adalah anugrah yang luar biasa.(*)

Judul: The Over Qualified Leftover Club

Penulis: Margareta Astaman

Penerbit : Gramedia 2022

gambar awal : canva

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s