Mangir – Pambayun : Kisah Cinta yang Terlilit Politik

Buku ini menarik perhatian  RBP manakala nama penulisnya terbaca, Pramoedya Ananta Toer. Pernah pada postingan sebelumnya , RBP juga mengulas salah satu bukunya yakni Perawan Remaja Dalam Cengkraman Militer. (https://resensibukupilihan.com/2017/02/14/dipta-ini-cerita-pramoedya-tentang-perempuan/). 

Membuka beberapa halaman, RBP menemukan ada hal unik. Bentuk tulisannya bukan seperti novel pada umumnya. Setelah halaman prakata, terdapat gambar-gambar denah panggung, keterangan pakaian tokoh-tokoh utama, dan dialog-dialog tokoh. Sepenangkapan RBP, memang buku ini ditujukan sebagai referensi untuk pementasan drama.

Buku ini secara tema dapat  menjadi salah satu pilihan love story  yang ada di khasanah Indonesia. Bahkan mungkin bila lebih popular, tak kalah romantisnya dengan cerita Romeo-Juliet karya William Shakespeare. Hanya saja, cerita Mangir –Pambayun ini memiliki intrik politik tingkat tinggi alias tingkat negara atau kerajaan.

Kia Ageng Mangir pada buku ini dikenal sebagai Wanabaya . Ia adalah pimpinan di sebuah wilayah dekat Mataram bernama Mangir. Status wilayahnya adalah Perdikan. Wilayah ini tidak diwajibkan untuk membayar pajak kepada penguasa dalam hal ini adalah Panembahan Senopati.

Sebagai raja Mataram kala itu, Panembahan Senopati berpendapat bahwa keberadaan Mangir merupakan ancaman bagi Mataram. Upaya-upaya untuk mengganggu tanah perdikan sementara itu belumlah berhasil. Perlu bagi panembahan Senopati memunculkan strategi baru menarik Mangir ke dalam kekuasaan seutuhnya.

Hingga sampailah kepada pilihan strategi dengan mengirimkan putrinya bernama Pambayun menyamar sebagai anggota tim waranggana. Singkat cerita, tibalah mereka di Mangir dan melakukan pementasan. Ki Ageng Mangir terpesona kepada Pambayun. Menikhalah mereka dan Pambayun mengandung.

Hingga kepada suatu saat, Ki Ageng Mangir menjumpai suatu fakta bahwa istrinya  yang telah mengandung ini adalah putri orang yang tidak bersahabat dengan Mangir.Keluh kesah Mangir betumbukan dengan realita bahwa ia telah menjadi suami dari anak musuhnya.Batinnya sungguh tersiksa ditambah lagi kekesalan dari para pendukungnya.  Manakah yang harus ia tegaskan pilih: Mangir atau Mataram?

Sampai tibalah  ia kepada saat bahwa ia harus menghadap Panembahan Senopati yang kini sebagai mertuanya. Ia tentu saja paham apa resikonya. Pilihannya adalah tetap menghdap Panembahan Senopati.

Dan. Terjadilah kisah tragis situ. Ia dijebak. Dikeroyok oleh orang-orang Mataram. Ia dan dan pendukungnya meninggal dengan diiringi sesenggukan Pambayun yang patah hati ditinggal suaminya yang selama ini ia sanjungi sebagai cinta sejati.

Pembaca buku ini bisa menemukan dialog-dialog kehancuran hati Pambayun pada halaman-halaman akhir buku ini disamping jasad suamninya.

Pambayun :

“ ( Pada Wanabaya). Mari Kang, mari aku antarkan tinggalkan tempat ini. Mari,mari Kang,mari. Bukankah Pambayun istrimu yang sejati? (Berteriak). Mari,mari,mari.


Klimaks.

Dialog-dialog semacam ini sangat mungkin menyentuh pembaca. Kekuatan penulisan naskah ini sangat fokus yang berpusat kepada Mangir, Pembayun, dan Mataram.Memang gaya kata pada buku ini sepertinya tidak mengacu kepadaejaan  penulisan saat ini, namun masih bisa dimengerti. Secara umum, RBP memberikan apresiasi tinggi atas karya ini.

Judul buku          :Mangir

Penulis                 :Pramoedya Ananta Toer

Halaman              : XLIX + 114

Penerbit              : KPG

Cetakan               : Ketujuhbelas,November 2022

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s