Akankah hal ini berarti setahun kemudian?
(hal 11)
Mendapatkan masalah besar adalah hal yang paling tidak diinginkan oleh hampir semua orang. Masalahnya, masalah besar bisa datang kapan saja. Bahkan, sangat mungkin terjadi pada suasana hati dan kondisi tubuh yang sedang terpuruk. Pada titik inilah, kekuatan kewarasan dituntut untuk dikeluarkan oleh otak dan hati kita. Namun penggunaan kewarasaan , ternyata membutuhkan panduan-panduan yang lebih kongkrit.

Richard Carlson, sang penulis buku ini yang berjudul Mengatasi Masalah Besar Dalam Hidup, memberikan panduan-panduan yang bisa membantu siapapun pembacanya bagaimana bersikap tatkala masalah besar hadir. Carlson, salah satunya, merekomendasi sebuah pertanyaan bagi diri kita sendiri yakni “ Akankah hal ini berarti setahun kemudian?”
Pertanyaan ini menuntun kita untuk berpikir logis. Terpasung pada masalah atau melangkah maju. Untung atau rugi untuk hari depan. Terlilit kekesalan atau terangkat rasa optimis. Intinya yakni, melihat sebuah masalah besar bukan sebagai tembok akhir melainkan sebuah pintu yang mana saat kita berani berjalan dan membukanya, ada suasana baru yang bisa di dapat.
Hal seperti ini, diamini oleh Dea Rizkita. Perempuan yang berasal dari salah satu provinsi di Jawa Tengah ini bercerita saat ia menemui masalah yang ia anggap besar, ia akan menangis. Tangisan ini untuk meluapkan emosinya. Setelahnya, ia bisa berpikir lebih tertata.” Saya ingin berpikir positif,” katanya.
Namun, pada kenyataanya berpikir positif di saat seperti itu tidaklah gampang. Ia mengakui bingung harus mulai dari mana. “Sering bingung, bagaimana berpikir positif itu,” pengakuannya.
Kebutuhan cara berpikir positif ini yang sepertinya menjadi sumbangsih buku ini. Carlson menuntun pembaca melalui pertanyaan-pertanyaan yang ia tulis. Setelahnya, ia memberikan pendapatnya merespon pertanyaan tersebut.Untuk memperjelas apa yang ia tulis, Carslon juga termasuk penulis yang murah hati karena rela berbagi kisah-kisahnya sehingga apa yang ia sampaikan lebih mudah dipahami.
Orang-orang berkarakter optimis reatif lebih mudah menerima usulan-usulan Carlson. Mereka lebih fleksibel untuk mampu menekan rasa dan pikiran buruk. Terhadap orang-orang jenis ini, Carlson memang menaruh perhatian positif. Dalam salah satu bab, ia tuliskan tentang optimisme dan rasa percayanya kepada optimisme yang bisa menyembuhkan.Namun bagaimana dengan orang-orang yang lebih dekat dengan kebiasaan berpikir pesimis?
Selain kisah-kisahnya, Carslon berbagi tips yang bermanfaat bagi orang-orang yang memiliki karakter pesimistis. Ia menyarankan 3 langkah bagi kaum pesimis untuk move on. Salah satunya yakni, bersikap baik kepada diri sendiri.
Daripada tergantung kepada rasa pesimis, lebih baik bagi kita untuk menata dan menentukan prioritas hidup. Karena melalui prioritas, berarti kita akan membuat hidup kita lebih efektif. Bila kita berdisiplin pada jalur efektif ini, kita bisa mengenali “ gambar yang lebih besar- yang mencakup , tentu saja, solusi dari masalah, dan persoalan yang kita hadapi. (hal. 236) .
Bagi Dea sendiri, untuk berpikir jernih dan mengingat priortas hidupnya, ia membutuhkan tempat khusus. Dimana itu?
“Lebih suka main ke tempat yang bernuansa alam,” jawabnya.
Ini adalah buku lama namun masih diterbitkan lagi tahun ini. Penerbit Gramedia menerbitkan pertama kali pada tahun 2004. Namun kekuatan buku ini yakni pesannya yang “everlasting” selama manusia hidup dan menemukan masalah. Buku ini cukup tebal, namun pembaca tidak perlu berkerut-kerut kening memahami tulisan Carlson. Penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia dalam buku ini, termasuk baik. Tata kalimat yang tidak berbelit-belit, sangat membantu pembaca.